Kamis, 04 November 2010

Menyantap Makanan Sambil Menikmati Nuansa New York

Urusan makan bukan cuma soal perut. Di Immigrant, Anda bisa menyantap makanan sambil menikmati nuansa New York dekade 20-an. Sebuah tempat hang-out baru bagi para kaum urban ibukota.

Dinding bata itu dibiarkan terbuka. Begitu pula lantainya yang terbuat dari kayu. Langit-langitnya dibiarkan tanpa plafon sehingga kabel listrik dan saluran pendingin ruangan terlihat bersilangan. Dekorasi gaya art deco yang popular di Amerika tahun 20-an inilah yang diadopsi cafe and lounge Immigrant.

Terletak di lantai 6 Plaza Indonesia, keberadaan kafe yang buka sejak Maret tahun ini, seolah terpisah dari bangunan lainnya. Ia seakan membangun komunitasnya sendiri. Sebuah wadah bagi mereka kaum urban ibukota melepas penat. Sesuai namanya, kafe ini menjual suasana kota New York era 20-an, ketika kaum Immigrant dari berbagai benua merambah kota ini.

Industrialisasi yang baru merangkak saat itu, tecermin dari gaya art deco dalam arsitektur bangunan. Sebuah kota yang menjadi melting pot, percampuran budaya dari berbagai ras. Begitu pun yang ingin dicapai kafe ini. Di Immigrant, segala macam orang bisa berkumpul di sini. Asal punya uang tentunya. . “Tujuannya memang untuk membangun komunitas. Jadi tergantung pengunjung mau clubbing, dinning, atau meeting,” kata Fergie Tan, Direktur Kreatif kafe Immigrant.

Tulisan One For Many di belakang meja resepsionis itu, seolah menguatkan penuturan Fergie. Kafe ini memang bukan sekadar tempat makan, tapi juga kongko dan aktivitas lainnya. Persoalan makan kini memang bukan lagi sekadar urusan perut. Selalu ada yang “membungkus” dan menyertainya, termasuk suasana yang dikemas sebagai menu jualan. Di Immigrant yang memiliki luas sekitar 1400 meter persegi, hal ini kentara sekali agar pengunjung betah menangkap nuansa New York sembari bersantap.

Keunikan lainnya di Immigrant adalah ruangan outdoor yang disebut dengan Alfresco. Lantainya terbuat dari kayu, dan tirai-tirai rotan yang transparan untuk menutupi area itu dari teriknya sinar matahari di kala siang hari. Area luar itu memang mirip seperti sebuah kapal laut.
Karena, kata Fergie, dulu para imigran gelap yang datang ke Amerika rata-rata menggunakan kapal laut. Ini uniknya, di area ini Anda bisa menikmati pemandangan kota Jakarta melalui teropong yang di sediakan .

Suasana di dalam ruangan juga tak kalah eloknya. Puluhan bohlam berjejer, baik di area bar maupun restoran. Itu menambah keindahan Immigrant ketika di malam hari. Dan mampu menerangi dinning area. Sangat full elektrik.

Rp50 juta/hari

Menunya pun mengikuti nuansa restoran, yakni berbagai masakan dari mancanegara. Dari Amerika misalnya, ada burger dengan daging sapi. Kemudian ada pizza, steik, pasta serta makanan dari Asia. Seperti dikatakan Fergie, semua orang bisa datang dan berkumpul sesuai dengan selera masing-masing. “Sebagai restoran juga sebagai space life,” kata Fergie.

Coba cicipi pizza dengan bahan tepung, ragi dan daging yang menjadi menu utama resto ini. Bentuknya tipis dan tidak keras. Rasanya..hhmmm begitu gurih di lidah. Kemudian ada steik dengan daging sapi Wagyu. Ini bukan sembarang daging, tapi daging dengan lemak yang baik. Proses pembuatannya, daging ini digantung dalam ruang pendingin selama 14 – 44 hari, itulah yang mengubah lemak buruk jadi baik. Biasa disebut dari omega tiga menjadi enam. Hal ini dimaksudkan untuk membuat tekstur daging itu menjadi wangi. “Tapi orang tidak mengerti menyebut ini daging amis,” kata Fany Hermawan, kepala Koki di Immigrant.

Untuk minuman , mereka menyediakan berbagai minuman baik itu yang beralkohol maupun non alkohol. Minuman spesial alkohol mereka disebut dengan Green Card. Minuman sejenis Martini dengan campuran Vodka Apel, Apel Hijau, dan daun Thyme. Ada juga yang lain seperti Starburst, Devil’s Vodka, dan sebagainya. Harganya sekitar 55 ribu sampai 98 ribu rupiah. Untuk minuman non alkohol ada Apel Mojito yang terdiri dari Apel, Lemon, serta daun Mint. Selain itu juga ada Virgin suicide.
Harganya mulai dari 25 ribu sampai dengan 52 ribu rupiah. “Minuman inilah yang paling banyak digemari pengunjung,” kata Syarifuddin Asri, Kepala Bar Immigrant.

Nah, tertarik untuk mencoba? Datang saja sesekali ke Immigrant yang buka setiap hari mulai pulul sebelas pagi hingga jam empat dini hari. Biasanya ramai di saat jam makan siang. Setelah itu, lokasi ini biasanya dijadikan sebagai tempat nongkrong atau bahkan meeting. Setelah jam sepuluh malam, giliran komunitas “party goes” yang doyan clubbing mengisi tempat ini.

Jadwalnya Rabu classic disco, Kamis diisi R & B, sedangkan untuk Jumat dan Sabtu music house yang menghentak. Jika Anda ingin merasakan nikmatnya angin malam dan ketenangan, maka pilihlah lokasi di luar. Atau Anda juga bisa memilih lokasi private. Area itu bisa menampung sekitar 20 – 25 orang. Ada juga area VIP dengan daya tampung 70 orang. Namun, Anda harus merogoh kocek yang dalam karena harganya selangit, yakni sekitar 50 juta rupiah sehari. Lalu, fasilitas apa saja yang ada di tempat luks tersebut? “Kami tak akan membolehkan siapa pun menengok tempat ini, termasuk wartawan,” kata Fergie tertawa. Nah, Anda penasaran? Adiyanto/kristian ginting


Tiga Ruangan, Tiga Dapur

Immigrant dengan konsep resto, lounge, dan bar terbagi menjadi tiga bagian. Dari awal pintu masuk sebelah kanan adalah restoran. Meja dan tempat duduknya terbagi menjadi dua bagian yakni di kiri dan kanan. Semuanya dari kayu meski sebagian juga terdapat sofa. Di sisi kanan restoran etalase-nya dipenuhi botol-botol bekas wine. “Itu hanya sebagai penambah dekorasi saja,” kata Fergie. Suasana restoran ini begitu nyaman serta tenang. Persis di sebelah resepsionis terdapat kemudi kapal, yang sesungguhnya adalah pintu kamar kecil untuk pengunjung.

Ruangan berbentuk kapal ini mampu menampung jumlah pengunjung sekitar 80 orang.Kemudian beranjak dari lokasi itu terdapat bar. Di sini suasananya lebih berisik dari restoran. Mungkin karena salah satu lokasi favorit. “Ini adalah Best view kita,” kata Fergie. Lokasi ini mampu menampung pengunjung sekitar 300 orang. Anda bisa memilih, apakah ingin nongkrong di meja bar atau memilih untuk bersantai di sofa. Jika Anda memang peminat clubbing, di sinilah lokasinya.

Kemudian lokasi ketiga adalah lounge. Lebih cocok untuk berkumpul dan ngobrol bersama kolega Anda. Bahkan, menurut Fergie, area itu akan ramai ketika ada pertandingan sepak bola atau pertandingan balap formula satu. Kaca dan cermin seukuran 50 cm mejadi pernak-pernik ruangan itu.

Tidak hanya ruangannya yang terbagi tiga. Ternyata dapurnya juga terbagi menjadi tiga bagian. Ini tidak kebetulan, tapi memang di konsep seperti itu. Dapur utama atau Main kitchen, berada di paling selatan di area restoran. Di dapur utama inilah makanan yang berbau daging itu dimasak. Setelah itu, persis di sampingnya adalah Pizza kitchen. Pemisahan ini dilakukan untuk menghindari aroma daging yang menempel di pizza. “Kalau di dapurnya satu, bisa-bisa pizza-nya bau amis,” kata Fany.

Dapur yang ketiga adalah Tapos kitchen. Ini berada di area lounge. Tapos berasal dari bahasa Spanyol. Fany bercerita, dulu di negara-negara Meditarania, kaum pria memiliki tradisi duduk di teras depan rumah sambil nge-wine. Biasanya, kata Fany, gelas wine itu ditutup dengan roti. Nah, roti yang menutup wine itulah yang disebut sebagai Tapos. “Sebenarnya kalau kita menyebutnya sebagai camilan,” kata Fany.

Menjelang akhir pekan lokasi ini sangat ramai dikunjungi. Rata-rata pengunjungnya sekitar 700 sampai 1500 orang. Untuk itu, jika Anda berminat berkunjung ke lokasi ini di akhir pekan sebaiknya memesan dulu untuk mendapat tempat.


* koran-jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar